Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir di
Sompilan Ngasem, Yogyakarta, Indonesia, 12 April 1912. Beliau adalah salah seorang sultan yang pernah memimpin di Kesultanan
Yogyakarta (1940-1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang
pertama setelah kemerdekaan Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil
Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978.
Beliau lahir di Yogyakarta dengan nama Gusti
Raden Mas Dorodjatun pada 12 April 1912. Hamengkubuwono IX adalah putra
dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Di umur 4
tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Beliau memperoleh
pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung.
Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang
Universiteit Leiden), Belanda.
Akhir tahun 1930-an Sultan HB VIII memanggil anaknya, Dorodjatun untuk pulang. Mereka bertemu di Batavia tepatnya di Hotel Des Indes (hotel ini kelak menjadi Pertokoan Duta Merlin). Di hotel itulah Sultan menyerahkan tahtanya dan mangkat. Jadilah Dorodjatun
menjadi Sultan HB IX.
Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia
28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior
Belanda, Dr. Lucien Adams mengenai otonomi Yogyakarta. Di masa Jepang,
Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal
saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX adalah
penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia.
Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta
setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I.
Sebelum dinobatkan menjadi sultan sudah kebiasaan pemerintahan Hindia Belanda lewat residennya selalu berunding dulu dengan calon raja. Biasanya perundingan ini untuk menodong konsesi-konsesi politik pada calon raja baru, sebagai wilayah yang merdeka kekuasaan Sultan Yogya sangat terbatas dan selalu diawasi oleh residen. Biasanya pada sultan-sultan terdahulu, perundingan berlangsung singkat, karena pendahulu Dorodjatun biasanya tak mau ambil pusing. Namun Dorodjatun tidak mau mengalah pada perundingan ini. Tapi pada suatu malam Dorodjatun mendengar suara “Sudah kamu tanda tangani saja, sedikit lagi Belanda pergi dari sini.” Dorodjatun yakin bahwa itu suara nenek moyangnya. Dan paginya dengan hati ringan ia menandatangani pengajuan konsesi. Hal itu membuat Residen Belanda tercengang karena tanpa angin tanpa hujan Dorodjatun mau menandatangani pengajuan konsesi setelah selama berbulan-bulan menolak habis-habisan pengajuan dari Belanda.
Kemudian Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai
Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan
Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono
Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sanga". Pada saat penobatannya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX pun mengucapkan kata-kata terkenalnya: ” Saya memang berpendidikan barat tapi pertama-tama saya tetap orang Jawa.”
Ia merupakan sultan yang menentang
penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia
juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta
dengan predikat "Istimewa".
Peranan Sultan Hamengkubuwana IX dalam
Serangan Umum 1 Maret 1949 oleh TNI masih tidak sinkron dengan versi
Soeharto. Menurut Sultan, beliaulah yang melihat semangat juang rakyat
melemah dan menganjurkan serangan umum. Sedangkan menurut Pak Harto,
beliau baru bertemu Sultan malah setelah penyerahan kedaulatan. Sultan
menggunakan dana pribadinya (dari istana Yogyakarta) untuk membayar
gaji pegawai republik yang tidak mendapat gaji semenjak Agresi Militer
ke-2.
Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet
yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966
adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau
diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun
1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden
dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan
sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang
represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.
Bapak Pramuka Indonesia
Semangat menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang tumbuh di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan terus berkobar. Hal itu membuat Presiden Soekarno lantas berkoordinasi dengan Pandu Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada tanggal 20 Mei 1961 dikeluarkanlah Keppres No 238 / 1961, yang melebur seluruh organisasi kepanduan pada satu wadah yaitu Gerakan Pramuka. Gerakan Pramuka diperkenalkan pada tanggal 14 Agustus 1961, dengan penyerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Pramuka.
Gerakan Pramuka memang lahir dari berbagai organisasi kepanduan yang tersebar di Tanah Air. Dalam masa peralihan itu peran Sri Sultan Hamengkubuwono IX sangat besar hingga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dipercaya mendampingi perjalanan kepengurusan Gerakan Pramuka di tingkat nasional, yaitu sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka selama 4 periode untuk masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974.
Atas jasa-jasanya yang luar biasa bagi kepramukaan internasional, Sri Sultan dianugerahi Bronze Wolf Award pada tahun 1974, penghargaan tertinggi World Organization of the Scout Movement. Sri Sultan merupakan warga negara Indonesia yang pertama yang memperoleh penghargaan itu. Sebelumnya tahun 1973, beliau mendapat penghargaan dari Boy Scouts of America berupa Silver World Award.
Di dalam negeri, melalui Surat Keputusan Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka Tahun 1988 di Dili, Timor Timur nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka, mengukuhkan almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Bapak Pramuka. Gerakan Pramuka juga memberi penghargaan tertinggi kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX berupa Lencana Tunas Kencana.
Minggu malam 2 Oktober 1988, ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Indonesia.
Ketika Sri Sultan Hamengku Buwono IX mangkat (3 Oktober 1988), ratusan ribu rakyat membanjiri keraton. Seluruh Yogyakarta berkabung. Pemerintah RI menetapkan tujuh hari berkabung nasional. Gejala-gejala spiritual pun terjadi. Saat itu, di langit muncul pelangi putih aneh yang dipercaya sebagai tanda kematian (teja bathang). Saat jenazah HB IX disemayamkan, hujan aneh turun di Yogyakarta. Hujan aneh juga turun di Washington D.C. (Amerika Serikat) pada hari meninggalnya HB IX di rumah sakit yang ada di kota metropolitan itu.
Dahulu, saat HB VIII wafat (22 Oktober 1939), mendadak petir (halilintar) meledak di langit Yogyakarta yang cerah. Menurut buku Babad Tanah Jawi, gunung-gunung meletus pada hari wafatnya Sultan Agung.
Sultan Hamengkubuwono IX tercatat sebagai gubernur terlama yang menjabat di Indonesia yaitu antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940-1988.
No comments:
Post a Comment
silahkan tulis komentar anda disini...